TELEPON : 021 749-8780. MOBILE : 0812-1985-9687

Kamis, 05 Agustus 2010

Petualang dan Dialektika Kontemplatif ( mencoba mengerti pecinta alam )

Mengapa mereka harus jauh - jauh, bersusah payah mendaki gunung, memanjat tebing atau menjelajahi gua? Adakah sesuatu yang berarti disana hingga Soe Hok Gie menghembuskan nafas terakhirnya di puncak Semeru atau George Mallory yang berulangkali mencoba memuncaki Everest tetapi akhirnya hilang dikemegahan Everest, dan jasadnya baru ditemukan beberapa tahun kemudian ( Jasad Mallory baru ditemukan secara utuh pada bulan Mei tahun 1999 ).
Jawaban - jawaban filosofis banyak diberikan, mulai dari soal keberanian menghadapi tantangan, atau simaklah kata - kata Edward Abbey, " Kami mencintai rasa kebebasan, kami menyukai bau bahaya, kami mengambil kebahagiaan dari perwujudan mental, spiritual dan upaya fisik ". Atau renungan tokoh utama filsafat Dialektika, Hegel, yang mengatakan bahwa mendaki gunung adalah roh kehidupa.

Pada abad pertengahan, para seniman romantik Eropa menganggap kemegahan gunung sebagai alternatif pencarian dan realisasi kreatifitas dari perenungan mendalam gejala - gejala sosial. Dalam perspektif Indonesia, Soe Hok Gie mengatakan bahwa patriotik itu tidak bisa ditumbuhkan hanya dari slogan - slogan politik, misalnya mencintai Indonesia haruslah dengan mengenal masyarakatnya secara lebih mendalam.

Peradaban semakin berkembang menuju dunia matrialistik yang sadar atau tidak telah membawa manusia untuk melakoni kehidupan yang penuh dengan ketidak pastian, yang mungkin akan mengguncang eksistensi kemanusiaannya. Saat arus pergerakan masyarakat matrialistik ini semakin jauh, maka terdapat pemberontakan yang berpangkal pada tuntutan normatif, nilai - nilai etika, dan diskursus kebebasan berekspresi. Dunia dianggap sebagai " kusta ", dan mereka yang mncoba mengaktualisassikan diri seolah berdiri sendirian. Ekspresi jiwa mereka adalah perpaduan antara kejernihan dan gelora, antara cemerlang hidup dan kelam maut. Meeka mengagnggap saatnya untu melawan kekangan - kekangan yang membelenggu jiwa pro aktif mereka, sehingga ketimpangan itu harus dilawan dengan menuntut masyarakat memberi dorongan - dorongan positif agar nurani mereka terasah dan jiwa pro aktif mereka tumbuh.

Akal sehat ( common sense ) sebagai naluri fitrah ini lah yang mendorong untuk mencari atribusi - atribusi dari gejala - gejala sosial disekitarnya dan dampak peradaban yang sedang dijalaninya. Mereka butuh untuk untuk mengerti keadaan lingkungan sekelilingnya dan mencoba menelusuri sampai batas tertentu potensi dirinya untuk mengendalikan lingkungan.

Alam adalah penciptaan besar dan megah dari zat yang maha agung, yang mengendalikan semesta. Semesta raya terlahir dari evolusi yang panjang, kemegahan, misteri dan pesonanya melahirkan tempat - tempat yang menjadi media perenungan guna menggugah kesadaran dalam dialektika kontemplatif jiwa yang jernih.

Dialektika ini menganalis ruang kehidupan yang berisi diri manusia itu sendiri beseta lingkungan fisik lainnya yang memperkaya semesta. Ruang kehidupan ini diwakili oleh alam kesadaran seseorang yang dari saat ke saat. Setiap bagian dari ruang kehidupan ini yang mempunyai daya tarik dan daya tolak. Dialektika yang panjang ini akan menumbuhkan daya - daya masa kini yang nantinya menentukan prilakunya. Segenap ekstrem yang bertemu dalam proses kontemplatif yang intens akan membangkitkan tenaga dasyat yang sanggup mempertahankan diri dan tegak kokoh berjalan dalam dunia realitas, yang membawa jawaban bagaimana manusia membawa diri agar ia mencapai pontensialitasnya yang tertinggi dan kehidupan yang betul betul bermutu. Dialektika Kontemplatif yang dilakukan itu akan mengumpulkan berbagai variasi yang menarik : pemikiran yang terarahkan pada Illahi, tuntutan - tuntutan atas ketegasan hati dan keberanian, rasionalitas dan kebaikan yng sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.

Semua itu mengisyaratkan satu hal, yaitu para petualang mampu memunculkan kesadarannya dari egoisme dan kepicikan yang berpusat pada planet dan dimensi kemanusiaanya secaa universal. Memaknai aktifitas petualangannya yang tidak lagi bersifat hedonistik tetapi meresapi nilai - nilai mulia dari kegiatannya. Hidup bagaimanapun anugrah besar dari satu Zat yang Maha Tinggi, sehingga aktifitas apapun yng dilakukan harus diefektifkan untuk menghargainya, sehingga aktifitas hidup dilakukan harus lebih dari sekedarnya. Pada akhirnya kesadaran manusia dapat dikembangkan, tetapi jalan yang ditempuh masih sangat panjang...selamat berjuang!!.

Sumber : BW 











0 komentar:

Posting Komentar

Telepon : 021 749 - 8780. Mobile : 0812 - 1985 - 9687 outbound,penyelenggara outbound,outing,gathering,sarana petualang,arung jeram

Photobucket   

Saung GOA on Facebook
Berbagi di Facebook Bagikan